“Huaaa huaaa huaaa”, teriakannya terdengar kencang sekali bahkan mungkin sampai keluar gerbang pun terdengar. Sambil duduk tak berpakaian di depan kulkas yang juga sengaja ia buka. Kulirik sebentar dan kubujuk tetap ia tak mau. Akhirnya kubiarkan sambil melanjutkan pekerjaan mencuci piring.
Lagi-lagi ia berteriak kencang dan menangis. Mungkin para tetangga juga mendengarnya dengan jelas. Ada rasa khawatir mengganggu mereka dengan teriakan kencangnya. Ada rasa khawatir juga diomongin tetangga takut disangka menyiksa anaknya. Duhh.. tapi ada yang lebih aku khawatirkan, hatiku runtuh, antara ingin segera memeluknya dan memakaikan pakaian karena khawatir juga ia kedinginan mengingat ia pun alergi dingin. Dengan khawatir pertahanan kesabaranku sirna. Ingin sekali membujuknya tapi tetap ia enggan, aku juga tak mau memaksanya dengan memarahinya karena aku pun sedang melatih diriku.
Alhasil kubiarkan ia meskipun berteriak dan menangis sampai ia puas. Sesekali aku tanya
“Udah selesai tantrumnya?” ia menggeleng sambil masih menangis.
Hal yang sepele memang penyebabnya, pagi itu ia telah aku mandikan. Lalu setelah mandi kupakaikan handuk miliknya, tetapi tiba-tiba ia enggan memakai handuk miliknya ia ingin memakai handuk punyaku yang jelas lebih besar dari badannya. Aku tak memenuhi permintaannya dan malah tetap memakaikan handuknya. Alhasil ia pun marah dan tantrum. Tak hanya enggan memakai handuk tapi juga enggan memakai pakaian. Aku biarkan ia yang tantrum karena dibujuk pun tak bisa. Ini adalah ciri khas si kecil Maryam. Ia memang sedang dalam fase terrible two, teguh pada pendiriannya dan sulit dibujuk. Harus benar-benar pelan-pelan, ramah dan mengerti perasaan dan keinginannya. Dan yang terpenting sabar menghadapinya.
Nah, pada kasus pagi ini mungkin karena aku juga banyak pekerjaan rumah jadi aku tak terlalu menuruti dan memahami perasaannya saat ia ingin memakai handuk dewasa. Jadilah dia tantrum. Mencari perhatian.
Alhamdulillah aku tak memarahinya meskipun rasanya sudah sampai ubun-ubun emosi itu datang dan ingin di lampiaskan di tengah kesibukanku dengan pekerjaan lain. Aku beristigfar dan berusaha mengambil pesan dari kejadian ini kemudian mencoba mengambil jeda.
Alhamdulillah ia berhenti dengan sendirinya sambil menarik-narik bajuku. Aku yang terlihat acuh namun sebenarnya riuh dan ramai di dalam jiwa mencoba meredam dan menyelesaikan emosiku. Ku coba tanya,
“Udah selesau?” ia mengangguk. Dan aku pun km m
Komentar
Posting Komentar