Sampai tiba juga di hari dimana aku bisa menulis jurnal ini. Kutulis saat anak-anak terlelap tidur siang. Jurnal puasa pekan 3.
Ko bisa? Udah 3 pekan aja pekan puasa menjadi kepompong, tapi aku merasa belum menjadi lebih baik huhu. Kemana aja aku selama ini?
Diantara puasa dan tantangan mungkin tak ada bedanya, sama-sama masih banyak badge need improvement di dalamnya.
Aku juga entah kenapa merasa semakin meningkat level puasa semakin meningkat pula ujiannya. YaaAllah, betapa aku menjadi manusia yang kufur nikmat. Banyak hal yang kulalui dengan anak-anak setiap harinya banyak hal juga yang anak-anak lakukan dan menjadi tantangan untukku.
Kalau istilah bahasa sundanya, anak-anak tuh seperti yang "ngahajakeun". Huhu.
Allohu Akbar, bahkan setiap harinya ada aja yang membuat gemes, dalam sehari juga tak hanya sekali dari bangun tidur sampai akan tidur kembali.
Aku benar-benar diuji. Awalnya, jika jiwaku sedang ringkih aku tentu saja secara spontan menyalahkan anak-anak. Kenapa sih mereka tuh? Berebut, berantem, berantakin, ngompol dan lain-lain. Setiap kejadian yang terjadi aku pikir mereka sendiri penyebabnya, penyebab diriku oleng dalam manajemen emosi. Tapiii... Saat ku sadar, saat jiwaku mulai damai, saat aku mencoba melihat sisi lain. Aku pun berpikir, oh bukan karena mereka banyak ulah tapi mungkin karena aku sebagai orang tua yang banyak sekali dosanya. Allah menegur dengan cara ini, Allah menegur agar aku sadar. Aku dilatih untuk menjadi orang tua yang mau memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Karena bukankah semuanya ini atas izin Allah?
Ketika aku lelah, aku jatuh, aku lemah. Maka aku hanya ingin dikuatkan. Aku hanya ingin kembali dibangkitkan dengan semangat yang baru.
Allohu Robbi, tak ada yang patut aku mintai pertolongan selain daripada pertolongan Allah semata. Ini ujianku. Maka mau tak mau aku harus siap dan hadapi ujiannya.
Bismillah untuk hari esok yang lebih baik lagi. Bismillah untuk tantangan dan ujian setiap harinya. Bismillah untuk puasa pekan depan.
Dan untuk buddy-ku, ada sepucuk surat cinta untukmu Oktavia Winarti
Komentar
Posting Komentar