Bandung, 09 Juni 2013
Segores Pena Untuk Ayah
Ramadhan ! Ya, itulah momen yang selalu
aku tunggu-tunggu di setiap tahunnya. Bulan yang selalu penuh dengan berkah dan
kehangatan. Baik itu kehangatan dari keluarga, sahabat, kerabat, tetangga, dan
semua umat muslim.
Namun, ada yang berbeda dalam ramadhan
kali ini. Jika sampai umurku pada ramadhan taun ini mungkin inilah taun ketiga
ramadhanku dilalui tanpa sosok pangeran hebatku. Sosok pangeran kehidupan yang
gagah berani, berwibawa, teduh , dan menawan. Ayahku..
Selama dua tahun berlalu ramadhan selalu
memberi kesan ganda dalam benakku. Kesan bahagia dan terharu karena masih
diberi kesempatan menghirup udara kesejukan bulan yang penuh barakah, melewati
berbagai hiruk pikuk kegiatan bermanfaat dan berpahala dalam buaian hari-hari
selama ramadhan berlangsung. Menjalin berbagai ukhuwah islamiyah yang memberi
kehangatan dan keharmonisan jiwa-jiwa penuh harap. Harapan yang cuma satu !
Mendapat keberkahan dan keridhoan Allah.
Dulu, saat aku masih sebagai sosok kecil
yang periang yang tak mengenal apa itu puasa dan apa itu ramadhan , aku
berusaha bertanya pada sosok menawan itu. “Apa itu puasa?” tanyaku dalam
kepolosan seorang anak kecil berumur 6 tahun yang tak tahu menahu.
Sosok itu tersenyum, menggendongku ke
pangkuannya dan berkata dalam tutur kata yang lembut,
“ Puasa itu adalah kewajiban setiap
muslim, menahan rasa lapar dan haus juga menahan amarah. Selama puasa kita
tidak boleh makan dan minum sampai adzan magrib tiba, kita juga harus menahan
amarah kita agar puasa yang kita jalankan barakah..”
Aku yang mendengarkan manggut-manggut
tanda mengerti, namun kepolosanku membuatku ingin bertanya lagi.
“ Untuk apa kita puasa?” tanyaku sambil
memandangnya penuh Tanya.
Seperti sebelumnya, ayah tersenyum dan
memandangku, membelai kepalaku penuh kasih sebelum kemudian menjawab. Selalu
dengan tutur kata yang lembut membuatku mengerti setiap patah kata yang
diucapkan. Sosok pangeran yang sempurna untukku, menjadi tempatku bertanya
setiap apapun yang ingin aku ketahui. Menjadi panutan pertama dalam keluargaku.
Menjadi sosok superhero dalam setiap langkahku yang kadang terganjal rasa
ketidaktahuan dan kepolosanku.
Hingga aku tumbuh menjadi sosok yang
mengerti apa itu kehidupan, apa itu puasa apa itu ramadhan. Aku selalu senang
saat ramadhan itu tiba, bagaimana tidak momen ramadhan adalah momen yang selalu
penuh dengan kehangatan keluarga. Dimulai dari sahur, solat berjamaah, berbuka
puasa dan solat tarawih. Semuanya dilakukan bersama-sama. Aku selalu membujuk
ayah untuk bisa solat tarawih dirumah, meng-imamiku dan keluargaku. Namun,
karena Mama lebih sering mengurus adikku yang masih bayi, jadinya hanya aku
berdua dengan ayah tarawih bersama. Solat berjamaah di imami ayah adalah hal
favoritku di bulan ramadhan. Mendengarkan ayat demi ayat yang terucap dari
mulutnya membuat jiwaku merasa sejuk. Setiap selesai solat tarawih, aku selalu
berdoa “Ya Allah berikan aku dan ayahku kesempatan untuk bisa melewatkan
solat-solat tarawih bersama di tahun berikutnya, melewatkan ramadhan-ramadhan
besok, lusa, dan tahun-tahun berikutnya”. Tak jarang aku melihat ayah menangis
dalam tiap akhir solatnya, ayah bilang ayah akan selalu merindukan saat-saat
ramadhan ini dan ingin sekali diberi kesempatan untuk bertemu dalam ramadhan
berikutnya. Aku hanya mengamini doa dan perkataan beliau sambil mencium tangan
kokohnya itu.
Subhanallah itulah berkah terindah yang
dulu selalu aku rasakan dalam bulan ramadhan, membuatku selalu merindukan
ramadhan dan beliau, sosok menawan yang selalu aku banggakan. Itulah kesan
pertama dalam menyambut ramadhan, kesan yang membuatku bahagia dan senang.
Kesan kedua adalah karena ramadhan tahun
ini semua itu telah berbeda, ada yang hilang, ada yang tak ada. Membuatku
merasa sedih dan selalu teringat sosoknya. Sosok yang dulu menjadi tempatku
bertanya, menjadi imam yang setia mengajariku solat tarawih berjamaah. Yang
bacaan solatnya selalu membuat jiwaku sejuk, yang selalu menjawab
pertanyaan-pertanyaanku dengan tutur lembutnya, yang selalu memandangku dengan
tersenyum dan membelai kepalaku penuh kasih, yang selalu mengajariku berbagai
ilmu kehidupan. Kini sudah tak ada lagi. Tak ada lagi di sisiku, meninggalkan
buncahan kerinduan yang mendalam tiap aku mengingatnya. Namun, sosok itu
mungkin tak ada disini, di sisiku namun ia akan terus ada dalam hati dan
jiwaku.
Terkadang begitu sakit rasanya, saat
kerinduan itu menyeruak diantara kegembiraan menyambut bulan suci. Sakit karena
beribu ribu rasa rinduku pada sosok itu hanya bisa aku ucapkan dalam hati dan
dalam bait-bait doa terindah untuknya. Namun aku tahu, disanalah disisi Allah
beliau lebih bahagia. Kembali kepada Sang Pencipta yang hakiki. Bagaimanapun ,
ada atau tak ada beliau saat ini tak boleh menjadikan aku menjadi sosok yang
lemah dan cengeng. Kini aku telah menjadi sosok yang dewasa, yang telah banyak
mengetahui apapun tentang kehidupan yang dulu sering diajarkan olehnya. Bukan
lagi sosok kecil yang polos yang tak tahu menahu.
Bagaimanapun ramadhan tahun ini, aku
harus menjalaninya dengan suka cita. Suka cita karena Allah masih memberi
kesempatan untuk menghirup udara ramadhan yang indah, walau tanpa kehadiran
sosok pangeran terhebat di hidupku.
Teruntuk ayah, mungkin ini goresan pena
sederhana dariku, tapi goresan sederhana ini aku persembahkan untukmu yang
telah jauh disana, dalam naungan rahmat illahi Robbi. Alhamdulillah, sebentar
lagi ramadhan tiba, dan jika aku masih diberi kesempatan untuk menginjakkan
kaki di tanah ramadhan aku akan menjadi sosok yang seperti engkau inginkan,
menjadi sosok yang kuat dan tegar dalam apapun keadaanku, menjadi sosok yang selalu ingat pada-Nya,
menjadikan ramadhan adalah bulan terindah di setiap tahunnya dengan
mengaharapkan ridho dan keberkahan Allah SWT walaupun engkau tak lagi bisa membimbingku dan
menjadi tempatku bertanya, walau sahurku, solatku, berbuka puasaku dan solat
tarawihku tak lagi bersamamu. Dan walau terkadang tak kuasa aku membendung
buncahan air mata yang hadir saat .kenangan bersamamu menjadi rekaman film yang
tak pernah ada kata usai dalam memoriku. Saat tarawihku dijalani tanpa bacaan
ayat-ayat teduhmu. Saat keceriaan ramadhan bersamamu telah resmi menjadi
bait-bait kenangan dalam ingatanku. Namun, ramdhan akan tetap menjadi bulan
yang masih selalu sangat aku rindukan seperti aku merindukan sosokmu disini.
Allohumagirlahuu war hamhuu wa’afihii wa’fuanhu .. Aamin
Dan
Marhaban yaa Ramadhan :’)
Salam rindu dari Ananda untukmu Sang
Ayah ..
Komentar
Posting Komentar