Langsung ke konten utama

April 2016

Aku berada pada suatu masa yang kala itu berbagai rasa berkecamuk dalam diam dan hanya terucap lirih dalam doa. 
Berbagai tanya menyembul berderet tak karuan seperti kawanan semut yang tak sengaja tersentuh.
Benarkah pilihan ini? Mengapa ? Bagaimana ? Bisakah ? Siap-kah ? Dan berderet tanya yang tak usai dalam waktu sekejap mata.

Hingga pada suatu masa aku memutuskan untuk menjalani setiap skenario-Nya yang ada. Mencoba berserah dengan segala ketidakberdayaanku sebagai seorang hamba yang ingin menyempurnakan separuh ad-din. 
Rasa bergejolak itu perlahan berubah menjadi rasa harap. Tentu saja harap yang sebaik-baik harap adalah kepada Allah. Berharap berbagai pilihan yang kubuat dengan melibatkanNya dalam setiap keputusan adalah hal terbaik dalam pilihan hidupku. 
Aku tak tahu bagaimana dia nanti saat bersamaku. Aku tak tahu bagaimana nanti menjalani kehidupan berdua dengan terpisah jarak dan waktu karena memutuskan untuk hidup dengannya adalah berarti aku menerima konsekuensi apapun itu. Mengenalnya dalam bingkai taaruf singkat cukup membuatku berhusnuzhan apapun yang terjadi setelah ini adalah pilihan yang kubuat tanpa sedikitpun lupa untuk tetap melibatkanNya dalam.setiap doa-doa. 
Siapapun ia yang telah dengan berani berijab qobul dengan waliku insyaaAllah akan menjadi pembersama hidupku untuk menggapai ridho Allah.


April 2020


Saat ini aku masih dalam rasa yang berceloteh dalam diam. Konsekuensiku 4 tahun silam.masih kujalani dengan berbagai liku yang bisa saja mudah atau bahkan sulit menjalaninya, tergantung bagaimana diri dan hati menyikapinya. 
3 pekan lalu saat melepasnya pergi adalah hal terberat dibandingkan melepas ia pergi di hari-hari sebelumnya. Mungkin karena Di tengah pandemi yang sedang berlamgsung namun tetap.harus menjalankan sebuah pekerjaan ke0 daerah zona merah membuatku ragu untuk melepasnya. kucoba memberanikan diri untuk.tetap mendukungnya, bukan mendukunh untuk pergitapi mendukung bahwa ada Allah yang selalu jadi sebaik-baik pelindung dan.penjaga dimanapun kapanpun. Kalaupun.memang harus pergi, kita hanya bisa ikhtiar lahiriah dengan.berbagai.hal yang kita bisa dan.tetap.berserah hanya kepada Allah. Kusembunyikan dengan.halus rasa keberatan mrlihatnya pergi menjauh dalam.keremangan malam dari.balik.jendela rumah. Yes, berhasil. Ya, saat itu aku berhasil, berhasil menahan tetesan yang jatuh dari kelopak mataku di depannya tapi langsung menyembul deras saat sosoknya sudah tak nampak dalam pandanganku. Lebay mungkin ah aku tak peduli.

Dan 3 pekan berlalu, aku disini sibuk atau lebih tepatnya menyibukan diri bersama anak-anak dan segala hal tugasku. Sesekali ku cek ponsel menunggu kabar, jika ada kabar apapun rasanya lega. Tak berani atau lebih tepatnua mungkin dari dulu aku sosok yang malu dan gengsi untuk memulai bertanya duluan. Berkabar lewat ponsel berkali kali kudengar atau ku baca ada rasa 'kangen' dari sana. Kangen anak-anak, kangen semuanya katanya. Tapi tak ada ucapan kangen khusus untukku. Ah, aku sudah biasa memang 
kita bukan tipe si romantis dan si puitis. Jangankan untuk mengingat tanggal pernikahan mungkin, padahal bulan april ini tepat 4 tahun, tapi kita memang tak pernah merayakan apapun.. 
Lalu bagaimana dengan aku ? Aku pun tak pernh berucap.rindu, kangen dan kata-kata lainnya. Lagi-lagi akulah si gengsi yang tak mau mengucapkan hal itu. Tapi sebenarnya kalau7lah dia peka, jika chat dia dibalas dengan kata-kata singkat atau hanya di read atau bahkan aku sudah ada nada uring-uringan maka disitulah aku ingin menunjukan woyy aku kangen kamu woyy. Hanya saja, mungkin dia bukan cenayang yang selalu mengerti apa arti sebuah kode. Ah sudahlah. Mungkin aku yang harus belaja lebih berani berucap. 
Berbagai harapan dan doa muncul di April 2020, semoga saja kita bisa dipertemukan kembali dalam waktu dekat dengan keadaan yang sehat, selamat dan aman seperti biasanya. Semoga kita dipertemukan kembali di bulan ramadhan tahun ini dengan cerita yang lebih baik dari ramadhan sebelumnya.  Aku tahu ia berjuang disana pun untuk kita disini, kita sama-sama berjuang dengan peran masing-masing dengam.jarak dan waktu yang berbeda. Semoga kita bisa menjadi.sebaik-baik istri dan suami yang saling melengkapi satu sama lain, waktu 4 tahun yang berlalu mudah-mudahan jadi pembelajaran yang bukan untuk berhenti disini namun tetap menjadi oembelajar sampai kapanpun. Yang salah dikoreksi, yang benar dipertahankan dan yang belum tercapai semoga tercapai. Semoga kita juga senantiasa menjadi sebaik-baik orang tua untuk anak-anak kita. 
Dengan tujuan utama ridho Allah dan jannahNya. aamiin .

Fii amanillah.

UmmuQonitaGhaziya
Fitriani Sari
18 April 2020

#PejuangLDM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tahun yang Lalu

Tepat 5 tahun yang lalu di tanggal yang sama.  Sejak subuh aku sudah terbangun dan lagi-lagi meringis. Merasakan menit demi menit apa yang dinamakan orang-orang dengan gelombang cinta menanti sang buah hati terlahir ke dunia.  Seperti sudah menjadi kebiasaanku setiap bangun tidur maka aku harus segera mandi, tak bisa dinanti-nanti. Aku berjalan dengan perlahan menuju kamar mandi berniat mandj dan wudhu untuk shalat.  Jalanku sudah macam kura-kura berjalan saja, dengan berpegangan tangan ke tembok atau apa saja yang kulalui dekat denganku.  Kulihat Mamahku sudah sibuk di dapur.  Berapa terkejutnya aku saat memulai mandi tapi sudah ada bercak merah darah segar keluar disertai dengan rasa mulas melilit.  Aku spontan berteriak memanggil Mamahku. Tentu saja dengan bahasa isyarat.  Karena hiper Saliva ku yang tak kunjung membaik malah semakin menjadi di trimester akhir. Ditambah dengan long day sickness kunamai demikian karena setiap aku ke kamar mandi pasti...

Puasa Pekan 3 #Kepompong

Waktu begitu cepat berlalu. Rasa-rasanya 24 jam dalam sehari begitu singkat buatku, astagfirullah. Betapa manajemen waktuku amburadul. Bahkan aku pun sering lupa tanggal berapa. Aku pun lebih sering menarik diri dari dunia maya, sedikit sekali waktuku yang kugunakan untuk bersosial media akhir-akhir ini, hingga suamiku sendiri jarang bisa berkomunikasi denganku, aku merasa lebih sibuk di kehidupan nyata dengan kegiatan domestik dan target-target yang belum tercapai. Bahkan menulis jurnal harian pun kadang rapel dan sudah banyak sekali yang hanya menulis di template tanpa caption. Pekan ini begitu menyita tenaga fisik dan batinku. Qodarullah.  Sampai tiba juga di hari dimana aku bisa menulis jurnal ini. Kutulis saat anak-anak terlelap tidur siang. Jurnal puasa pekan 3.  Ko bisa? Udah 3 pekan aja pekan puasa menjadi kepompong, tapi aku merasa belum menjadi lebih baik huhu. Kemana aja aku selama ini?  Diantara puasa dan tantangan mungkin tak ada bedanya, sama-sama masih bany...

Hari 27 #Kepompong